Selasa, 24 Desember 2013

SUKSES TERBESAR DALAM HIDUPKU


Ketika berbicara tentang sukses, banyak orang mengartikan dengan banyaknya hasil yang sudah diperoleh, lebih kepada materi  dan deretan angka. Seperti jika orang sudah memiliki mobil dan rumah besar, maka dia akan dibilang sebagai orang sukses. Lantas pertanyaan lain yang muncul adalah apakah keadaan orang yang tidak seperti yang orang lain harapkan, misalnya orang tersebut miskin, kemudian orang tersebut adalah orang gagal?
Kesuksesan yang lahir atas dasar deretan angka merupakan dogma yang timbul dari lingkungan sekitar, yang acapkali menjadikan materi atau deretan angka sebagai skala sebuah kesuksesan. Orang yang memiliki mobil banyak dan rumah luas, merupakan salah satu contoh pelabelan yang digunakan orang untuk menilai apakah dia sukses atau tidak. Namun, seringkali orang lupa, apakah hasil dari kerja keras tersebut (rumah dan mobil) membawa kebahagiaan untuk dirinya? Misal, orang tersebut punya rumah besar dan luas dengan deretan mobil mewah terparkir di dalam garasi, tetapi orang tersebut tidak memiliki keturunan, apakah deretan mobil dan besarnya rumah bisa menjadikan jaminan orang tersebut bahagia?
Dan pada akhirnya makna kesuksesan itu kembali kepada pribadi seseorang, apakah orang tersebut bahagia atas hasil yang diperoleh? Apakah orang tersebut tidak merasa ada keterpaksaan dalam mengejar hasil yang ada? Tentunya setiap orang memiliki klasifikasi dan pengertian masing-masing.
Bagi saya sukses terbesar dalam hidup saya adalah ketika saya tidak akan pernah menyerah untuk berusaha  mengejar cita-cita saya meski keadaan sekitar tidak mempercayai kemampuan saya, karena saya adalah penyandang cacat setelah mengalami kecelakaan motor 13 tahun lalu. Tapi, meski saya memiliki keterbatasan tangan,  bukan berarti hal tersebut menjadi penghalang  bagi saya untuk meraih cita-cita saya, yakni bisa membahagiakan dan membuat bangga orang-orang yang ada di sekitar saya.
Awal kebahagiaan saya adalah ketika saya bisa mewujudkan mimpi kakek nenek saya untuk pergi umroh. Siapa yang tahu, saya yang dulu adalah orang yang paling dikhawatirkan oleh mereka karena kondisi saya yang cacat takut menjadi penghalang bagi saya untuk bisa bekerja, ternyata nyatanya saya bisa mewujudkan impian orang yang paling saya sayangi untuk bisa pergi umroh.
Namun, memang sangatlah tidak mudah untuk bisa membuktikan kepada masyarakat, bahwa penyandang cacat juga bisa berkontribusi dalam bekerja dan berkarya. Karena, penyandang cacat ini masih mendapat label negative di sekeliling masyarakat sebagai orang yang tidak bisa melakukan apa-apa dan merepotkan. Ini didasari atas pengalaman yang pernah saya peroleh ketika lulus kuliah S1. Sulitnya mencari pekerjaan bagi penyandang cacat sangat saya rasakan. Dua kali saya ditolak perusahaan perbankan karena kondisi saya ini. Meski saya lolos dari tahapan-tahapan yang mereka syaratkan, tetapi mereka tetap saja tidak mau menerima kondisi saya ini, dengan alasan adalah keterbatasan fisik saya bisa menjadi penghalang berkembangnya perusahaan tersebut.
Sejak peristiwa tersebut saya menyadari bahwa kegagalan dan cacian ternyata yang membentuk saya menjadi pribadi seperti sekarang ini, tidak pernah lelah untuk terus meraih cita-cita saya. Saya sekarang bekerja sebagai Dosen di salah satu Universitas Swasta di Depok. Selain itu, saya juga bekerja di DPR sebagai tenaga ahli dan freelance researcher untuk kasus politik.
Dengan status tersebut, telah membuktikan dengan sendirinya, meski saya memiliki keterbatasan fisik, tetapi saya masih memiliki pemikiran yang bisa saya sumbangkan untuk kemaslahatan hidup rakyat Indonesia. Tentunya pemikiran ini saya tuangkan dalam bentuk analisa dan key point kepada atasan saya (Anggota DPR) untuk bisa disuarakan pada saat rapat dengan kementriaan terkait. Sebagai contoh, ketika atasan saya sedang rapat dengan Kemendikbud, maka saya membuat analisa dan ringkasan atas permasalahan pendidikan di Indonesia dan harus ada pembenahan terkait permasalahan tersebut.
Selain itu, pemikiran saya yang lain untuk bisa berkontribusi ke Negara adalah pada saat mengajar saya selalu meyakinkan mahasiswa untuk bisa menjadi pengusaha yang bisa membantu Negara menyelesaikan masalah pengangguran. Selain mengatasi penggangguran, semakin banyak pengusaha lahir, maka Negara akan semakin maju dan berkembang, karena akan lahir inovasi baru dari para pengusaha ini. Untuk itu, saya akan terus tanamkan kepada mahasiswa agar menjadi pengusaha dan membekali mereka dengan ilmu.
Pemikiran-pemikiran diatas tersebut merupakan sebuah kesuksesan bagi saya, meski saya belum tahu buah atau hasil dari pemikiran saya, tetapi saya yakin jika kita berbuat sesuatu untuk kemaslahatan hidup masyarakat dan Negara, maka tentunya akan menghasilkan, entah sekarang atau lusa nanti.  
Oleh karena itu, berbicara mengenai sukses yang terjadi dalam hidup ini, tidak terlepas dari rangkaian kegagalan yang pernah saya alami. Saya memiliki pandangan bahwasanya sukses itu bukanlah hanya capaian yang telah kita dapat, namun sukses juga terdapat pada mimpi-mimpi besar kita yang dengan berbagai daya serta upaya akan dicapai dan diwujudkan nantinya serta bermanfaat untuk orang lain.
Saya menyadari kesuksesan ini bukan lah atas usaha dan kerja kerasku tapi buah dari doa kakek nenek ku dan rencana yang Allah SWT rancang untuk diriku. Kesadaran itu terasa kuat karena kesuksesan ini tidak bisa aku klaim sebagai hasil peluh sendiri tapi bagian dari doa orang-orang yang menyayangiku. Aku meyakini bahwa aku adalah bagian dari perwujudan doa dan pengorbanan orang-orang ikhlas, pahlawan tanpa nama, dan penyandang cacat yang terzalimi, yang menginginkan adanya persamaan hak dalam bekerja.
Semakin banyak saya memberikan manfaat untuk orang lain, semakin aku bahagia. Meski hanya lewat kisah hidup ku, namun aku yakin jika semua orang berkeyakinan dan memempunyai tekad yang kuat, semua yang mereka inginkan tentulah dapat mereka dapatkan. Aku akan sangat merasa bahagia jika semua anak Indonesia punya harapan yang tinggi. Karena awal dari sebuah kesuksan adalah dari mimpi dan kerja keras untuk membuatnya menjadi nyata.

PERANKU UNTUK BANGSA INDONESIA


Berbicara mengenai peran, pasti akan menjadi suatu pertanyaan besar mengenai apa peran penyandang cacat terhadap bangsa bahkan mungkin terhadap keluarganya agar tidak merepotkan. Mungkin pertanyaan itu masih menjadi pertanyaan common/hal biasa untuk seluruh masyarakat.

Tapi bagi kami, bagiku, pertanyaan itu adalah tantangan untuk bisa memberikan pembuktian, bahwa kami penyandang cacat bisa memiliki kontribusi dan melakukan sesuatu yang berarti untuk bangsa Indonesia.

Jika anda search keyword prestasi atlet penyandang cacat, maka otomatis pertanyaan yang common/biasa tersebut seketika akan memudar dan hilang dari pikiran anda. Betapa tidak, dengan keterbatasan fisik mereka bisa melakukan sesuatu yang berharga yakni mengharumkan nama bangsa. Indonesiapun pernah memiliki Presiden yang kontroversi karena beliau adalah penyandang tuna netra. Tapi apa lantas dengan keterbatasan tersebut, menjadi penghalang untuk bisa memimpin bangsa? Tidak. Karena pada saat kepemimpinannya sederet pemikiran brilliant lahir.

Pada konteks inilah, saya yang menjadi cacat karena peristiwa kecelakaan 13 tahun lalu, berpikir kenapa masih terjadi stigma buruk terhadap penyandang cacat? Kenapa kami tidak diberi ruang untuk menunjukkan kemampuan kami? Kenapa di perusahaan atau instansi pemerintah masih jarang ditemui kebijakan yang membolehkan penyandang cacat bekerja didalamnya? Kenapa?

Tentunya penyebab utama perlakuan diskriminatif selama ini tidak terlepas dari minimnya sanksi atau pengawasan peraturan yang mengatur kaum diffable. Sebut saja UU No.4 tahun 1997  Pasal 14 tentang "Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat" yang berbunyi bahwa setiap pengusaha yang memiliki jumlah karyawan 100 orang atau lebih pada perusahaannya wajib mempekerjakan minimal satu orang penyandang cacat untuk memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan, atau kurang dari 100 orang jika perusahaan tersebut menggunakan teknologi tinggi. Meski UU tersebut mewajibkan adanya kuota 1% bagi penyandang cacat, namun kenyataannya pengawasan dan pemberian sanksi dari pemerintah kepada perusahaan swasta yang tidak mengimplementasikan kuota 1% tenaga kerja penyandang cacat masih minim. Selain itu, dengan adanya UU tersebut belum diikuti dengan melahirkan Perda tentang implementasi kuota 1% tenaga kerja penyandang cacat, sehingga menimbulkan ketidakpatuhan perusahaan swasta terhadap pengaturan kuota 1% tenaga kerja penyandang cacat.

Untuk itu, saya sebagai penyandang disabiliti mempunyai tekad, bahwa kebijakan public yang selama ini dibuat oleh pemerintah harus juga memperhatikan rasio keterwakilan penyandang cacat, tidak ada pemberian putusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan penyandang cacat. Saya harus ikut berperan dalam proses pembuatan kebijakan public. Artinya adalah saya harus menjadi actor di lembaga eksekutif ataupun legislative, sehingga bisa melahirkan kebijakan public yang bisa menempatkan dan memberi ruang untuk kaum disabilitas serta menindak tegas perusahaan yang mendiskriminasikan para karyawan penyandang cacat.

Namun, butuh perjuangan yang besar untuk bisa membangkitkan masyarakat untuk turut serta dalam “breaking the silent of disability”. Karena, stigma kaum cacat masih buruk, stigma terendah dalam hidup sebagai manusia yang hanya bisa merepotkan.

Akhirnya, saya pun sedang tahap membentuk karakter dan mencoba peduli dengan keadaan sekitar. Dengan demikian saya akan siap untuk menjadi agen perubahan untuk Indonesia yang lebih baik nantinya. Generasi muda termasuk kaum disabiliti memiliki andil atau peran dalam menyelesaikan permasalahan Indonesia ini. Karena itu, besar harapan saya untuk diterima menjadi penerima Beasiswa LPDP DEPKEU agar peran saya dapat lebih besar lagi untuk Indonesia terutama untuk bisa menjadi actor dalam lembaga eksekutif atau legislative demi penerapan kebijakan yang aware terhadap kaum disability.